HUKUM TENTANG TANAH
Tipe Dokumen | : | Artikel |
Sumber | : | |
Bidang Hukum | : | Umum |
Tempat Terbit | : | Tanah Laut, 2024 |
Oleh : Abdus Syahid Ihsan
S.I.Kom Tanah adalah kebutuhan, setiap manusia selalu berusaha untuk
memilikinya, merupakan kenyataan sekalipun ada juga yang tidak pernah memiliki
tanah. Setelah itu akan tetap mempertahankannya apa pun yang terjadi. Tanah
dapat dimiliki siapa saja, individu, masyarakat sebagai kelompok, atau badan
hukum. Suatu ketika tanah menjadi warisan atau asset perusahaan bahkan menjadi
benda keramat. Jelaslah, tanah mempunyai nilai ekonomis, semakin banyak
permintaan dan kebutuhan akan tanah, maka semakin tinggi nilai tanah, juga
tidak dapat terhindar, yang berakibat pada semakin tinggi konflik tanah. Kekayaan alam seperti air, bumi, dan ruang angkasa serta semua yang
terkandung didalamnya adalah karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada manusia
khususnya di Indonesia. Air, bumi, ruang angkasa dan kekayaan alam mempunyai
fungsi penting untuk membangun masyarakat yang adil nan makmur. Dari semua itu
adapun hukum yang mengatur mengenai bumi dan isinya yaitu Hukum Agraria. Hukum agrarian
mempunyai peran yang amat penting untuk membantu memanfaatkan tanah bagi
keadilan dan kemakmuran rakyat Indonesia. Negara Indonesia merupakan suatu Negara yang yang multi etnis dengan
keragaman suku, budaya, agama dan keberagaman corak lainnya yang menjadi ciri
khas yang tak mungkin untuk dilepaspisahkan, berbeda tetapi satu. bagaian dan
perbedaan yang ada ini sangat mempengaruhi sendi-sendi kehidupan berbangsa dan
bernegara yang mencakup semua aspek kehidupan mulai dari aspek sosial, budaya,
politik, ekonomi maupun hukum. Kontekstual yang demikian inilah yang membentuk
masyarakat Indonesia menjadi masyarakat yang pluralist-majemuk dengan berbagai
tatanan nilai yang membentuknya. Hukum tanah adalah kumpulan peraturan hukum yang mengatur hak
penguasaan atas tanah, termasuk lembaga hukum dan hubungan hukum yang
konkret. Hukum tanah juga dikenal sebagai hukum agraria. Hukum tanah adalah kumpulan ketentuan hukum yang mengatur hak
penguasaan atas tanah. Hukum tanah mengatur hubungan antara orang dan
tanah dengan orang lain. Di Indonesia, hukum tanah diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA). UUPA mengatur
berbagai aspek terkait tanah, termasuk hak atas tanah. Beberapa ketentuan hukum tanah yang diatur dalam UUPA, di antaranya:
Hukum tanah juga di atur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960
tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA). Dalam UUPA, terdapat
beberapa hak atas tanah, di antaranya:
Selain UUPA, beberapa peraturan yang berkaitan dengan hukum tanah di
Indonesia, antara lain:
Hukum tanah hanya mengatur hal tertentu dari tanah itu sendiri,
yaitu menyangkut Hak Penguasaan atas Atas Tanah atau dapat disingkat dengan
HPAT. Hal lain seperti menggunakan tanah atau mewariskan tanah tidak termuat dalam
Hukum Tanah, namun termuat dalam Hukum Tata Ruangan/Lingkup dan Hukum Waris.
Segi politik hukum, hukum yang berlaku dalam HPAT menghendaki hukum yang
tertulis agar lebih mudah diketahui untuk memperoleh kepastian hukum. Dalam hal
tersebut, untuk menjamin kepastian hukum maka ada Hukum Tanah Nasional sejauh
mungkin dituangkan dalam bentuk tertulis. Tetapi, kenyataan menunjukkan bahwa
sampai saat ini kita belum mampu mengatur semua hukum mengenai HPAT di
Indonesia secara tertulis. Dengan kata lain, ada pengaturan HPAT dalam bentuk
hukum tidak tertulis yaitu Hukum Adat, ataupun dalam Hukum Kebiasaan-kebiasaan
baru (yang bukan Hukum Adat). HPAT merupakan lembaga hukum jika belum dikaitkan dengan tanah
maupun badan hukum tertentu sebagai pemegang hak yang termuat dalam Pasal 20
sampai 45 UUPA. Ketentuan hukum tanah yang mengatur hak atas penguasaan tanah
sebagai lembaga hukum yakni mengatur penyebutan dalam hak penguasaan,
menetapkan isi apa saja yang diperbolehkan, yang wajib, dan yang dilarang untuk
dilakukan oleh pemegang hak dan jangka waktu penguasaannya, mengatur hal
terkait subyek yang menjadi pemegang hak dan syarat syaratnya, serta mengatur
mengenai tanahnya. Lingkup Hukum Tanah diperoleh dari hierarki hak atas penguasaan
tanah dalam Hukum Tanah Nasional yang melingkupi Hak Bangsa Indonesia yang
termuat dalam Pasal 1 UUPA sebagai hak penguasaan atas tanah yang tertinggi
dari segi aspek perdata dan publik, Hak Menguasai Negara yang termuat dalam
Pasal 2 UUPA sebagai hak penguasaan yang semata-mata dari segi aspek publik,
Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat yang termuat dalam Pasal 3 UUPA dari segi
aspek perdata dan publik, serta Hak-hak perorangan/individual dari segi aspek
perdata, yang terdiri atas hak-hak atas tanah sebagai hak individual yang
semuasecara langsung maupun tidak langsung bersumber pada Hak Bangsa, yang
termuat dalam Pasal 16 dan 53, lalu Wakaf yaitu Hak Milik yang sudah diwakafkan
termuat dalam Pasal 49 UUPA, selanjutnya Hak Jaminan atas Tanah yang disebut
Hak Tanggungan yang termuat dalam Pasal 25, 33, 39, dan 51 UUPA serta UU No. 4
Tahun 1996, serta HMRS. UUHT menetapkan bahwa hak guna bangunan dapat dijadikan jaminan
hutang dengan dibebani hak tanggungan.UUHT tidak merinci hak guna bangunan yang
mana yang dapat dijadikan jaminan hutang dengan dibebani Hak Tanggungan. Hak
guna bangunan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 Tentang Hak
Tanggungan ada tiga macam, yaitu Hak Guna Bangunan atas tanah negara, Hak Guna
Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan dan Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik. Yang dapat menjadi subjek Hak Tanggungan selain Warga Negara
Indonesia adalah Warga Negara Asing.Dengan ditetapkannya hak pakai atas tanah
negara sebagai salah satu objek hak tanggungan, bagi warga negara asing juga
dimungkinkan untuk dapat menjadi subjek hak tanggungan apabila memenuhi syarat.
Sebagai pemegang hak tanggungan yang berstatus Warga Negara Indonesia, badan
hukum Indonesia, Warga Negara Asing atau badan hukum asing tidak disyaratkan
harus berkedudukan di Indonesia. Oleh karena itu jika perjanjian kreditnya
dibuat di luar negeri dan pihak pemberi kreditnya orang asing atau badan hukum
asing yang berdomisili di luar negeri dapat pula menjadi pemegang Hak
Tanggungan, sepanjang perjanjian kredit yang bersangkutan dipergunakan untuk kepentingan
pembangunan di wilayah Republik Indonesia (penjelasan Pasal 10 ayat (1) UUHT). Pasal 16 Ayat (1) UUPA menyatakan bahwa terdapat hak-hak atas tanah
antara lain sebagai berikut: hak milik; hak guna usaha; hak guna bangunan; hak
pakai; hak sewa; hak membuka tanah; dan hak memungut hasil hutan. Selain itu,
diakui pula hak-hak lain yang diatur pada peraturan lain dan hak lain yang
memiliki sifat sementara. Hak milik mengandung hak untuk melakukan atau memakai bidang tanah
yang bersangkutan untuk kepentingan apapun. Hubungan yang ada bukan hanya
bersifat kepemilikan saja, melainkan bersifat psikologis-emosional. Hak milik
hanya diperuntukan untuk berkewarganegaraan tunggal Indonesia. Hanya tanah
berhak milik yang dapat diwakafkan. Hak ini adalah model hak atas tanah yang
terkuat dan terpenuh. Hak guna usaha adalah hak untuk mengusahakan langsung tanah yang
dikuasai oleh Negara untuk usaha pertanian, perikanan, atau peternakan.
Hak guna usaha dapat diperoleh oleh perorangan
Indonesia atau perusahaan Indonesia. Jangka waktu hak guna usaha adalah 25
tahun bagi perorangan dan 35 tahun bagi perusahaan. Waktu
tersebut dapat diperpanjang untuk jangka waktu 25 tahun. |
||
File Lampiran | : | File tidak terseida, silahkan hubungi kami disini |