PEMBANGUNAN TATA RUANG DI INDONESIA
Tipe Dokumen | : | Artikel |
Sumber | : | |
Bidang Hukum | : | Umum |
Tempat Terbit | : | Tanah Laut, 2024 |
Pembangunan
tata ruang merupakan aspek krusial dalam upaya mencapai pembangunan
berkelanjutan suatu negara (Amir, 2018; Priyanta, 2015; Imamora & Sarjono :
2022). Walaupun Indonesia memiliki keragaman geografis, demografis, dan sosial
yang memperumit implementasi kebijakan tata ruang secara efektif, pembangunan
tata ruang harus terus berjalan. Kerumitan dalam proses pembangunan dan
implementasi kebijakan tata ruang ini seringkali menjadi tantangan yang
kompleks dalam konteks perkembangan global maupun lokal (Andani : 2022). Salah
satu aspek kritis yang mempengaruhi keberhasilan pembangunan tata ruang adalah
adanya tantangan yang muncul di berbagai tahapan perencanaan, pelaksanaan, dan
pengawasan kebijakan tata ruang (Yasa, 2016). Berbagai faktor seperti kebijakan
yang ambigu, konflik kepentingan antara pemangku kepentingan, keterbatasan
sumber daya, serta kurangnya koordinasi antara lembaga pemerintah pusat dan
daerah menjadi isu yang relevan dan memerlukan perhatian lebih lanjut (Gorby et
al, : 2023). Peraturan
perundang-undangan mengenai tata ruang telah termaktub dalam Undang-Undang
Republik Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2008 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah.
Selain itu, hadir pula peraturan perundang-undangan tata ruang sebagai produk
lokal dari tingkat provinsi hingga Kabupaten/ Kota. Namun demikian,
implementasinya sering kali terhambat oleh berbagai faktor yang membutuhkan
analisis lebih rinci. Kondisi ini terlihat dari hasil kajian beberapa peneliti
yang telah dilakukan dalam kurun waktu dari tahun 2015 hingga tahun 2021.
Selain itu, informasi rinci mengenai permasalahan pembangunan tata ruang telah
dianalisis dan disintesa secara terukur berdasarkan hasil kajian pustaka.
Kategorsasi deskripsi informasi yang dipaparkan menjadi sumber informasi yang
bersifat nasional karena pemaparan dimulai dari permasalahan pembangunan tata
ruang yang ada di Indonesia bagian Barat hingga Indonesia bagian timur serta
sektor-sektor dimana pembangunan tata ruang diimplementasikan. Oleh karena itu,
pemaparan hasil kajian sumber-sumber sekunder dan tersier tersebut dituangkan
secara rinci menjadi dua bagian yaitu 1) implementasi pembangunan tata ruang di
Indonesia; dan 2) tantangan dan harapan pembangunan tata ruang di Indonesia. Tantangan
dan Harapan dalam Pembangunan Tata Ruang di Indonesia Pada
dasarnya, seluruh wilayah di Indonesia telah mengimplementasikan pembengunan
tata ruang dengan berlandaskan kepada Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang
Tata Ruang dan Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2008 tentang Rancana Tata
Ruang Wilayah Nasional. Khususnya, dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang
Tata Ruang BAB I mengenai KETENTUAN UMUM Pasal 1 Nomor 14 dinyatakan bahwa
“Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang
sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan program
beserta pembiayaannya”. Upaya mewujudkan pasal tersebut menjadi tantangan
tersendiri bagi sebagian wilayah di Indonesia. Namun demikian, muncul juga
harapan-harapan yang dapat menjadi bahan rumusan pembangunan tata ruang untuk
dijadikan rekomendasi kebijakan kepada pemangku kepentingan. Tantangan Tantangan
yang dihadapi pada proses implementasi pembangunan tata ruang berdasarkan UU
No. 26 Tahun 2007 tentang Tata Ruang di Indonesia diantaranya: a)
“Hambatan yang muncul pada praktik penataan ruang diperkotaan, telah menimbulkan
kontestasi dan konflik antara pemangku kepentingan dengan melibatkan aktor
pemerintah, masyarakat, dan kekuatan kapitalis/investor. Selain itu, kerangka
penataan ruang yang menggunakan Perda telah menimbulkan dampak yang berujung
pada penguatan dan keberpihakan pemerintah kota kepada pihak
kapitalis/investor” (Aminah : 2015). b)
Pemanfaatan tata ruang di beberapa wilayah di Indonesia pada pengembangan
sektor industry dan pariwisata selalu mengalami ketimpangan, bahkan tidak ada
keselarasan antara perencanaan dan persyarataan tata ruang. Situasi ini tentu
saja menguntungkan pihak kontraktor, namun di sisi lain akan merugikan
masyarakat. Keadaan ini timbul akibat kurangnya perencanaan yang matang
sehingga melanggar struktur ruang yang telah ditentukan oleh pihak pemerintah.
Akibatnya, pemanfaatan tata ruang tidak sesuai dengan perencanaan tata ruang
(Amiludin & Asmawi : 2020; Ikmal : 2017; Suharyo : 2017; Ikmal : 2017). c)
Munculnya era otonomi daerah bersamaan dengan hadirnya produk produk regulasi
dari Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/ Kota memberikan peluang pelanggaran
perencanaan tata ruang dan mengabaikan peraturan perundang-undangan yang telah
ada. Akibatnya, sering terjadi tumpang tindih kebijakan dari pemerintah dan
ketiadaan perencanaan tata ruang yang matang sehingga mengakibatkan kerusakan
lingkungan dan bencana alam (Amiludin & Asmawi : 2020; Djakaria &
Husein : 2017). d)
Kurangnya kesadaran masyarakat terhadap pembangunan tata ruang menjadi salah
satu faktor penghambat. Selain itu, kesesuaian rencana tata ruang suatu wilayah
selalu diiringi dengan ketidaksesuaian antara pemanfaatan dan perencanaan ruang
yang lebih mengarah pada alih fungsi lahan, konflik lahan dan defisit air
(Fitriana et al., 2014;Yasa, 2016). e)
Tantangan dalam penerapan Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 muncul akibat
bermacam-macam pelanggaran yang dilakukan oleh pihak dunia usaha dan pihak
pemerintah di tingkat wilayah (Wirawan & Tambunan : 2018). f)
Menurut Tarigan et al., (2021), ada beragam tantangan dalam pembangunan tata
ruang diantaranya dari aspek proses penyusunan rencana tata ruang, implementasi
rencana tata ruang, dan pengendalian dan pengawasan pemanfaatan tata ruang. Harapan Harapan
merupakan implikasi dari permasalahan yang dapat dijadikan rumusan dalam
menentukan kebijakan di masa yang akan datang. Berikut ini rangkuman
harapan-harapan untuk pembangunan tata ruang di Indonesia berdasarkan UU No. 26
Tahun 2007 tentang Tata ruang, sekaligus sebagai implikasi dari beberapa kajian
sebelumnya: a)
“Mengakomodir secara efektif dan efisien kepentingan antara pemerintah, swasta
dan masyarakat khususnya dalam penggunaan lahan, program inventarisasi dan
evaluasi sumber alam dan lingkungan hidup, program penyelamatan hutan, tanah
dan air, program pembinaan dan pengelolaan lingkungan hidup, program
pengendalian pencemaran lingkungan hidup, program rehabilitasi lahan kritis
serta penegakan berdasarkan hasil penelitian hukum” (Yasa, 2016). Harapan ini
dijamin oleh UU No. 26 Tahun 2007 BAB IV TUGAS DAN WEWENANG Bagian Kesatu Tugas
Pasal 7 (1) Negara menyelenggarakan penataan ruang untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat. b)
Mementingkan sinergitas yang baik antar implementor dalam implementasi
kebijakan tata ruang wilayah yang selama ini kerjasama antara pemerintah daerah
masih sering terjadi misscomunication. Selain itu, diharapkan pemerintah daerah
menghukum secara tegas bagi pelanggar yang tidak mematuhi perundang-undangan
dan peraturan-peraturan daerah tentang tata ruang dan rencana tata ruang
wilayah. Pemerintah daerah sebagai kepanjangan tangan pemerintah pusat harus
gencar menggaungkan sosialisasi mengenai peraturan peraturan tentang tata ruang
sehingga masyarakat lebih sadar akan pentingnya mematuhi peraturan tentang tata
ruang (Fitriana et al., 2014). Harapan ini dijamin oleh UU No. 26 Tahun 2007
BAB II ASAS DAN TUJUAN Pasal 2 huruf f. kebersamaan dan kemitraan. c)
Tatanan pembangunan kota harus berazaskan berkelanjutan melalui praktik
penataan ruang pada tataran idealnya yakni, diadakan, diciptakan, dibentuk,
direstrukturisasi, dirancang untuk melangsungkan kegiatan-kegiatan seluruh
penghuninya (Aminah, 2015). Harapan ini dijamin oleh UU No. 26 Tahun 2007 BAB
II ASAS DAN TUJUAN Pasal 2 huruf c. keberlanjutan. d)
“Mengeluarkan beberapa kebijakan dalam pengendalian pemanfaatan ruang
diantaranya membuat instrumen yang efektif untuk pengendalian pemanfaatan ruang
yang dilakukan oleh sebuah badan. Instrumen instrumen tersebut harus mencakup
komunikasi, sumber daya manusia, disposisi, dan struktur birokrasi. Sedangkan
pengendalian pemanfaatan ruang dapat dilakukan melalui peraturan perizinan,
instrumen ekonomi, pengendalian melalui pengadaan prasarana, dan pengendalian
dengan melibatkan masyarakat/swasta (Djakaria & Husein : 2017). Harapan ini
dijamin dan dapat merujuk kepada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
26 Tahun 2008 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah. e)
Melakukan pengawasan, sosialisasi dan mempermudah prosedur pengurusan perizinan
terhadapa suatu proses pembangunan tata ruang. Pemerintah dan para penegak
hukum agar lebih tegas menangani pelanggaran pemanfaatan ruang, adanya turunan
qanun atau peraturan walikota tentang perintah pembongkaran, adanya pertambahan
personil yang khusus menangani masalah penertiban, serta peningkatan
sosialisasi yang terus dilakukan agar tertib tata ruang berjalan seperti yang
diharapkan (Ikmal, 2017). Harapan ini dijamin dalam UU No. 26 Tahun 2007 BAB IV
TUGAS DAN WEWENANG Bagian Kedua Wewenang Pemerintah Pasal 8 huruf a.
menyebarluaskan informasi yang berkaitan dengan: 1) rencana umum dan rencana
rinci tata ruang dalam rangka pelaksanaan penataan ruang wilayah nasional. f) Menjadikan penataan ruang sebagai instrumen
keterpaduan program dalam mendorong terselenggaranya pembangunan yang efektif
dan efisien. Selain itu, penataan ruang sepatutnya dijadikan instrumen yang
mampu menjawab isu-isu dan permasalahan pembangunan wilayah dan kota. Akan
lebih baik jika penataan ruang didukung oleh kelembagaan yang dapat
mengkoordinasi berbagai sektor termasuk pembiayaan pembangunan. Dari aspek hukum,
perlu penegakan hukum yang lebih efektif terhadap pelanggaran pembangunan tata
ruang untuk mengatasi penyimpangan pemanfaatan ruang yang selama ini terjadi
(Tarigan et al, : 2021). UU No. 26 Tahun 2007 BAB II ASAS DAN TUJUAN Pasal 2
huruf a. keterpaduan dan h. kepastian hukum dan keadilan.
g)
Meningkatkan political will dari pihak pemerintah daerah dengan kategori
perkotaan untuk bahu membahu mengelola dan mengendalikan pertumbuhan menuju
daerah perkotaan agar dilandasi peraturan perencanaan tata ruang yang baik
(Wirawan & Tambunan, 2018). UU No. 26 Tahun 2007 BAB II ASAS DAN TUJUAN
Pasal 2 huruf f. kebersamaan dan kemitraan. |
||
File Lampiran | : | File tidak terseida, silahkan hubungi kami disini |