PENCEGAHAN ALIH FUNGSI LAHAN SERTA PENATAAN RUANG DALAM RANGKA MEWUJUDKAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN
Tipe Dokumen | : | Artikel |
Sumber | : | |
Bidang Hukum | : | Umum |
Tempat Terbit | : | Tanah Laut, 2024 |
Peningkatan
taraf hidup merupakan salah satu strategi untuk mendapatkan pengakuan
internasional bagi suatu negara. Menurut komentar Nawacita dalam artikel
tersebut, salah satu tujuan pembangunan Indonesia adalah meningkatkan taraf
hidup warganya. Anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang diberikan kepada bangsa
Indonesia untuk menghayati, melindungi, dan menyelenggarakan secara lestari
Pasal 33(3), yang menyatakan bahwa UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 memberikan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat untuk bangsa “Bumi dan
air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Menurut
Undang-Undang Penataan Ruang No. 26 Tahun 2007, penyelenggaraan negara tentang
penataan ruang diselenggarakan oleh pemerintah pusat dan daerah sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan, dengan menghormati hak-hak semua orang.
Negara memiliki tanggung jawab perumusan kebijakan dan pelaksanaan tugas dalam
hal perencanaan tata ruang. Arah negara ditentukan oleh pembuatan kebijakan,
dan tugas dilaksanakan dengan menerapkan tugas ke arah yang ditentukan oleh
negara. Perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian merupakan tiga tugas yang
saling berkaitan dalam bidang penataan ruang. Dalam konteks Pasal 1 Nomor 13
Tahun 2007 Undang-Undang Penataan Ruang Tahun 2007, yang diartikan sebagai
berikut “Perencanaan tata ruang artinya suatu proses untuk menentukan struktur
ruang serta pola ruang yang meliputi penyusunan serta penetapan rencana tata ruang
guna untuk menselaraskan berbagai aktivitas sektor pembangunan, sebagai
akibatnya dalam memanfaatkan lahan dan ruang dapat dilakukan secara optimal,
efisien, serta serasi sehingga dihasilkan rencana umum rapikan ruang serta
rencana rinci tata ruang.” Pemanfaatan
ruang dalam ketentuan Pasal 1 nomor 14 Undang-undang nomor 26 Tahun 2007
tentang “Penataan Ruang ialah upaya untuk mewujudkan struktur dan pola ruang
sinkron dengan rencana tata ruang melalui penyusunan serta aplikasi acara dan
pembiayaannya”. Pelaksanaan perencanaan tata guna lahan adalah kegiatan
pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah dan pemerintah kota dalam rangka
mewujudkan penataan ruang, dan dilakukan secara bertahap sesuai dengan batas
waktu yang ditentukan dalam rencana tata guna lahan. Adanya upaya menjaga
ketertiban tata ruang melalui penerapan peraturan perundang-undangan zonasi
untuk mengatur penggunaan ruang (centralized ordinances adalah tata cara yang
mengatur penggunaan ruang dan elemen kontrol yang disusun untuk setiap kawasan
peruntukan sesuai dengan peraturan yang terperinci). izin penggunaan tanah,
serta pemberian insentif dan disinsentif (hukuman). Untuk
membatasi penyimpangan dalam penggunaan kawasan, kawasan tersebut digunakan
melalui denah ruang untuk memastikan bahwa fungsi kawasan yang ditetapkan dalam
denah ruang tetap dipertahankan. Pasal 3 UU Penataan Ruang mengatur bahwa
ketiga rencana tata ruang tersebut harus digabungkan menjadi satu rencana
pembangunan yang menjadi pedoman bagi pelaksanaan perencanaan pembangunan
berkelanjutan di wilayah Indonesia. Ruang wilayah nasional yang tangguh dan
aman berdasarkan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional menggunakan : 1. “Mewujudkan
keharmonisan antara lingkungan alam serta lingkungan sintesis; 2. Mewujudkan
keterpaduan pada penggunaan sumber daya alam serta asal daya buatan dengan
memperhatikan asal daya insan; dan 3. mewujudkan
perlindungan fungsi ruang serta pencegahan akibat negative terhadap lingkungan
dampak pemanfaatan ruang”. Selain
itu, pertumbuhan perkotaan dan pedesaan yang pesat telah menimbulkan konflik
lingkungan, yang terlihat dari kondisi lingkungan Indonesia yang semakin keras,
yang berdampak langsung pada intensitas bencana alam yang terjadi di seluruh
tanah air. Kurangnya kepatuhan terhadap tata ruang menjadi salah satu
penyebabnya. Kurangnya kesesuaian antara perencanaan tata ruang wilayah,
provinsi, dan nasional di Indonesia telah menyebabkan konflik perencanaan
penggunaan lahan. Hal ini disebabkan masih banyaknya kebijakan sektoral yang
didasarkan pada kepentingan sektoral, serta belum adanya Kajian Strategis
Bioenvironmental (KLHS). Penataan ruang memiliki tingkat keterlibatan
masyarakat yang minimal. Tidak ada strategi pengembangan untuk perencanaan
ruang yang komprehensif, yang tidak sinkron dengan perencanaan ruang.
Pelanggaran penataan ruang seringkali disebabkan oleh ketidakmampuan menegakkan
peraturan dengan baik. Ada undang-undang tata ruang di Indonesia, namun tidak
dapat digunakan untuk memperbaiki tata ruang negara. Lahan mempunyai kiprah
yang sangat krusial, contohnya sebagai tempat tinggal dan mata pencaharian.
Penggunaan lahan tentu berbeda-beda menurut penggunaannya. Misalnya, petani
menggunakan tanah sebagai sumber produksi pangan untuk penghidupan mereka.
Sektor swasta menggunakan tanah untuk investasi atau modal. Pemerintah
menggunakan tanah sebagai tempat untuk mensejahterakan rakyat. Semua pihak
memiliki kepentingan yang berbeda dan terkadang tumpang tindih untuk memenuhi
tujuan masing-masing pihak. Lahan pertanian, di sisi lain, seringkali dapat
digunakan untuk penggunaan lain. Pencegahan
Alih Fungsi Lahan Serta Penataan Ruang Dalam Rangka Mewujudkan Pembangunan
Berkelanjutan Sebagaimana
asas-asas yang termaktub dalam “Pasal 2 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007
tentang Penataan Ruang yaitu: a.
keterpaduan, b.
keserasian, keselerasan, dan keseimbangan, c.
keberlanjutan, d.
keberdayagunaan dan keberhasilgunaan, e.
keterbukaan, f.
kebersamaan dan kemintraan, g.
perlindungan kepentingan umum, h.
kepastian hukum dan keadilan i.
akuntabilitas. Perencanaan
ruang wilayah bertujuan untuk mengembangkan kawasan yang produktif dan tahan
lama. hanya untuk menjadi jelas “Pasal 2 huruf (a) PP No.26 Tahun 2008 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, produktif dimaksudkan sebagai proses
produksi dan distribusi yang berjalan secara efisien sehingga mampu memberikan
nilai tambah ekonomi untuk kesejehateraan masyarakat, sekaligus meningkatkan
daya saing”. Yang dimaksud dengan "berkelanjutan" adalah bahwa
kualitas lingkungan fisik dapat dipertahankan atau bahkan ditingkatkan, dan ini
dapat dilakukan sambil mengantisipasi perkembangan ekonomi daerah setelah
sumber daya alam yang tidak terbarukan habis. Sesuai dengan ketentuan “Pasal 10
Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah ditetapkan
bahwa penyelesaian administrasi pertanahan hanya dapat dilaksanakan apabila
telah memenuhi persyaratan penggunaan dan pemanfaatan lahan sesuai dengan
arahan peruntukan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah”. Apabila alih fungsi lahan dibiarkan
terus terjadi maka suatu saat nanti akan kesulitan atas lahan pertanian dapat
dikembangkan di atas tanah yang dicadangkan. Setelah kesesuaian tanah tercapai,
menentukan bagaimana melindungi lahan pertanian agar dapat digunakan secara
berkelanjutan adalah langkah berikutnya yang jelas. Tiga (3) strategi dapat
digunakan untuk melestarikan dan mengendalikan lahan pertanian secara terpadu
yakni “Memperkecil peluang terjadinya konversi, mengendalikan kegiatan konversi
lahan, dan instrumen pengendalian konversi lahan”. Dalam pelaksanaannya,
pengaturan perlindungan tanah pengganti tentunya perlu diawasi bersama oleh
pemerintah dan masyarakat, Perintah izin, perintah insentif dan pembatasan, dan
perintah sanksi, selain perintah dari aturan zonasi, diperlukan karena mudah dialihkan
dari menjadi alat untuk mengatur penggunaan lahan di bawah undang-undang dan
peraturan saat ini. Undang-undang Nomor 41 Tahun 2009
tentang Perlindungan Tanah untuk Pertanian Pangan Berkelanjutan bahkan
mengizinkan perubahan fungsi lahan dari non pertanian menjadi pertanian dengan
memperhatikan ketersediaan lahan untuk kegiatan pertanian. Inisiatif reformasi
tanah seperti redistribusi dan distribusi tanah sangat penting untuk diingat
saat mengubah tanah yang ditetapkan sebagai tanah terlantar dan tanah di daerah
bekas hutan, karena tempat-tempat ini belum diberikan hak tanah yang
dijanjikan. aturan dan hukum saat ini. Akibatnya, semua tindakan prioritas
tinggi sebelumnya harus dipraktikkan secara teratur bersama dengan lembaga
terkait. Akibatnya, petani harus diberikan insentif untuk mempertahankan lahan
pertaniannya. Dalam hal penyusunan dan modifikasi rencana penggunaan lahan,
pemerintah daerah memerlukan masukan dari dinas pertanian setempat mengenai
status lahan pertanian di wilayahnya, dan di sinilah peran dinas pertanian
berperan. Nilai dan cita-cita yang menentukan tujuan hukum dijabarkan melalui
serangkaian proses dalam penegakan hukum. Cita-cita ini harus dapat dicapai di
dunia nyata, baik itu atau tidak. Penuntutan pidana harus menggunakan semua
sumber daya yang tersedia untuk membantu hukum mengenali nilai moral hukum.
Hukum dengan standar moral yang tidak ditegakkan dengan baik dapat berdampak
negatif terhadap rasa keadilan dan kebutuhan masyarakat atau keadilan hukum
jika tidak dilaksanakan dengan baik. Terkait dengan dinamika sosial
perencanaan tata guna lahan, berikut adalah analisis hukum yang berlaku: 1.
“Tata ruang merupakan konsep dinamis, oleh karena dipengaruhi oleh kondisi
sosial, ekonomi dan budaya serta teknologi, sehingga dalam pelaksanaannya tata
ruang hendaknya memperhatikan kondisi-kondisi tersebut; 2.
Dalam penerapan konsep tata ruang tidak bisa dilakukan secara kaku dan rigit,
oleh karena itu secara berkala membutuhkan revisi berdasarkan cakupan tentang
alam dan perkembangan teknologi dalam membangun lingkungan buatan; 3.
Dalam hal visi, pengendalian dengan memperhitungkan daya tamping dan daya
dukung lingkungan terhadap berbagai acuan normatif; 4.
Dalam hal menentukan ketentuan sanksi, hendaknya memperhatikan ketentuan dari
undang-undang Penataan Ruang, terkecuali jika suatu tindakan yang berkaita
dengan penataan ruang yang mengandung unsur pidana; dan 5.
Penegakan hukum adalah pilihan dan kesepakatan rakyat dan negara sebagai
perwujudan negara hukum”. Akibatnya, ketika merencanakan ruang, ada tiga
pertimbangan utama yang perlu diingat: “a) Aspek lingkungan hidup fsik umumnya
dan sumber daya alam khususnya yang dimanfaatkan; b) Aspek masyarakat termasuk
aspirasi sebagai pemanfaat; dan c) Aspek pengelola lingkungan fsik oleh
pemerintah yang dibantu masyarakat, dengan memperhatkan dan mempertmbangkan
kondisi dan potensi lingkungan fsik serta kebutuhan masyarakat agar pemanfaatan
ruang tersebut dapat dilaksanakan secara berkelanjutan.” Solusi
Yang Dilakukan Dalam Rangka Penegakan Hukum Penataan Ruang Dalam Rangka
Mewujudkan Pembangunan Berkelanjutan Pembangunan berkelanjutan dan
pelestarian alam harus diupayakan dengan cara ini, menurut Sadjijono yakni: 1)
“Partisipasi, setiap warga negara memppunyai hak dan kewajiban untuk mengambil
bagian dalam proses bernegara, berpemerintahan serta bermasyarakat, baik secara
langsung maupun melalui intermediasi institusi legitimasi yang mewakili
kepentingannya mulai dari tahapan penyusunan kebijakan, pelaksanaan, evaluasi
serta pemanfaatan hasilhasilnya; 2)
Penegakan Hukum (Rule of Law). Salah satu syarat kehidupan demokrasi adalah
adanya penegakan hukum yang adil dan dilaksanakan tanpa pandang bulu untuk
mewujudkan good governance dengan membangun sistem hukum yang sehat, baik
perangkat lunak (sof ware), perangkat kerasnya (hard ware), maupun sumber daya
manusia yang menjalankan sistemnya (human ware); 3)
Transparansi (Transparancy). Keterbukaan adalah merupakan salah satu
karakteristik good governance yang mencakup semua aspek aktvitas dan kepentngan
public; 4)
Daya tanggap (Responsiveness). Pembangunan good governance perlu memiliki daya
tanggap terhadap keinginan maupun keluhan dari setiap stakeholders; 5)
Orientasi bersama (Consencus Orientaton). Good governance menjadi perantara kepentngan
yang berbeda untuk memperoleh pilihan terbaik bagi kepentngan yang lebih luas; 6)
Keadilan (Equity). Semua warga negara mempunyai kesempatan yang sama untuk
memperoleh kesejahteraan; 7)
Efektif dan efisien (Efectivenessand Eficiancy). Proses dan lembaga
menghasilkan sesuai dengan apa yang telah digariskan dengan menggunakan sumber
yang tersedia sebaik mungkin; 8)
Akuntabilitas (Accountability). Para pembuat keputusan dalam pemerintahan,
sektor swasta dan masyarakat (civil society) bertanggung jawab kepada publik
dan lembaga stakeholders; dan 9)
Visi Strategis (Strategic Vision). Para pemimpin dan publik harus mempunyai
prespektf good governance dan pengembangan manusia yang luas serta jauh ke
depan.” Apa yang dapat dilakukan untuk
meminimalkan pelanggaran tata ruang dan kekritisan lingkungan berdasarkan
pembahasan di atas, antara lain : 1)
“melakukan inventarisasi dan evaluasi sumber daya alam dan lingkungan hidup.
Inventarisasi dilakukan untuk meningkatkan pengenalan terhadap kuantitas dan
kualitas sumber daya alam serta mengembangkan evaluasi terhadap daya dukung dan
terjaminnya ketersediaan sumber yang berkelanjutan; 2)
Konservasi hutan, tanah dan air. Hal ini dilakukan guna pelestarian fungsi dan
daya dukung sumber alam hayati dan non hayati serta lingkungan hidup melalui
penyelamatan hutan, tanah dan air sebagai sumber kekayaan alam dan lingkungan
hidup; 3)
Pembinaan terhadap peningkatan kualitas empat komponen terkait yaitu: sumber
daya manusia, kemampuan organisasi pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat
dalam pengelolaan lingkungan hidup; 4)
Pengendalian pencemaran lingkungan hidup yang diarahkan untuk mengurangi
rendahnya kualitas dan terganggunya fungsi lingkungan hidup baik di darat,
laut, dan udara yang disebabkan oleh makin meningkatnya eksploitasi kegiatan
pembangunan; 5)
Rehabilitasi lahan kritis. Upaya ini dilakukan untuk memulihkan kemampuan hutan
dan tanah yang rusak agar dapat produktif kembali yang dilakukan secara
kontinyu, dan
6)
Konsistensi dalam penegakan hukum. Lemahnya penegakan hukum terhadap
pelanggaran penataan ruang berimplikasi terhadap meningkatnya pelanggaran
terhadap lingkungan hidup. Dengan penegakan hukum yang konsisten dan tidak
tebang pilih diharapkan terjadinya peningkatan ketertiban dan kepastian hukum dalam
penataan ruang sehingga mendorong partsipasi masyarakat secara bertanggung
jawab dan terjaminnya perlindungan hukum akan hak-hak masyarakat.” |
||
File Lampiran | : | File tidak terseida, silahkan hubungi kami disini |