Putusan Pengadilan

PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA KORUPSI OLEH KPK

Tipe Dokumen : Artikel
Sumber :
Bidang Hukum : Umum
Tempat Terbit : Tanah Laut, 2024

Oleh :  Shinta Qadriah

 

Penegakan hukum di Indonesia selalu menjadi objek yang menarik untuk dikaji baik pada masa Orde Lama, Orde Baru maupun era yang sekarang ini sedang berjalan yang biasa disebut dengan Era Reformasi. Khusus dalam penegakan hukum terhadap tindak terdapat berbagai mempunyai pidana korupsi lembaga yang kewenangan untuk melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tersebut. Lembaga-lemabaga tersebut diantaranya lembaga kepolisian, kejaksaan dan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang selanjutnya disebut dengan KPK. Penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi sangat berbeda dengan tindak pidana yang lain, diantaranya karena banyaknya lembaga yang berwenang untuk melakukan proses peradilan terhadap tindak pidana demikian korupsi. Kondisi merupakan konsekuensi logis dari predikat yang di letakkan pada tindak pidana tersebut sebagai extra ordinary crime (kejahatan luar biasa). Sebagai tindak pidana yang dikategorikan sebagai extra ordinary crime tindak pidana korupsi mempunyai daya hancur yang luar biasa dan merusak terhadap sendi sendi kehidupan suatu negara dan bangsa. Dampak dari tindak pidana korupsi dapat dilihat dari terjadinya berbagai macam bencana yang menurut Nyoman Serikat Putra Jaya bahwa akibat negatif dari adanya tindak pidana korupsi sangat merusak tatanan kehidupan bangsa, bahkan korupsi merupakan perampasan hak ekonomi dan hak sosial masyarakat Indonesia.

Korupsi merupakan salah satu tindak pidana yang tidak dapat dilepaskan dari masalah negara, pejabat negara atapun orang-orang yang mempunyai kedudukan terhormat di dalam masyarakat. Penegakan hukum pidana, seperti proses penegakan hukum pada umumnya, melibatkan minimal tiga faktor yang terkait yaitu faktor perundang-undangan, faktor aparat atau badan penegak hukum dan faktor kesadaran hukum. Pembicaraan ketiga faktor ini dapat dikaitkan dengan pembagian tiga komponen sistem hukum, yaitu substansi hukum, struktur hukum dan budaya hukum.

A.    Macam-macam korupsi

Tindak pidana korupsi di Indonesia dapat berupa tindakan seperti sebagai berikut17:

1.      Suap-menyuap

Suap-menyuap merupakan perilaku yang menggambarkan perbuatan korupsi yang dilakukan oleh pejabat publik, orang-orang yang terikat kode etik profesi, orang yang memiliki kewenangan dalam organisasi dan pihak swasta.

Bentuk suap-menyuap dalam tindak pidana korupsi adalah

a. Penyuapan Pegawai Negeri Sipil atau penyelenggara negara

b. Pegawai Negeri atau penyelenggara negara yang menerima suap

c. Suap hakim dan suap advokat

d. Pegawai Negeri Sipil atau penyelenggara negara yang menerima hadiah yang berkaitan dengan jabatannya

e. Hakim dan advokat yang menerima suap

2.    Penggelapan dalam jabatan

Tindak pidana penggelapan dalam jabatan merupakan tindak pidana yang berlaku bagi seseorang yang memiliki jabatan di perusahaan swasta dan instansi pemerintah. Jika seseorang melakukan penggelapan dalam jabatan di perusahaan swasta, maka tindak pidana tersebut diatur dalam pasal 374 KUHP. Namun, apabila seseorang melakukan penggelapan dalam jabatan di instansi pemerintah, maka tindak pidana tersebut diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Macam-macam tindak pidana penggelapan jabatan adalah sebagai berikut:

a. Terdakwa diserahi untuk menyimpan barang yang digelapkan karena hubungan pekerjaan

b. Terdakwa menyimpan barang karena jabatan

c. Terdakwa menyimpan barang karena mendapatkan upah.

3.    Pemerasan

Pemerasan adalah tindak pidana yang berupa:

a. Pegawai negeri atau penyelenggara menguntukan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, menyalahgunakan kekuasaannya untuk memaksa seseorang agara memberikan sesuatu, membayar atau menerima pembayaran dengan potongan, atau mengerjakan sesuatu untuk dirinya sendiri

b. Pegawai negeri atau penyelenggara negara meminta, menerima pekerjaan, menyerahkan barang pada waktu menjalankan tugas

c. Pegawai negeri atau penyelenggara negara menggunakan tanah negara yang memiliki hak pakai

4.    Perbuatan curang Perbuatan curang dalam tindak pidana korupsi adalah :

a. Ahli bangunan atau penjual bahan bangunan pada waktu menyerahkan bahan bangunan berbuat curang agar dapat membahayakan keamanan orang atau barang tersebut

b. Orang yang bertugas mengawasi pembangunan atau penyerahan bahan bangunan sengaja membiarkan perbuatan curang tersebut

c. Orang yang menyerahkan barang keperluan Tentara Nasional Indonesia atau Kepolisian Negara Republik Indonesia melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan keselamatan negara

d. Orang yang bertugas mengawasi penyerahan barang keperluan Tentara Nasional Indonesia atau Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan sengaja mmebiarkan perbuatan curang tersebut

5.    Gratifikasi Gratifikasi adalah sikap melawan hukum yang berupa menerima pemberian segala macam bentuk barang atau uang yang diterima di dalam negeri mauun di luar negeri dengan sarana elektronik maupun tanpa sarana elektronik. Contoh pemberian yang dikategorikan sebagai gratifikasi adalah:

a. Pemberian hadiah atau uang sebagai ucapan terimakasih karena telah dibantu

b. Hadiah atau sumbangan rekanan yang diterima pejabat pada saat perkawinan anaknya

c. Pemberian tiket perjalanan kepada pejabat atau pegawai negeri atau keluarganya untuk keperluan pribadi secara cuma-cuma.

d. Pemberian potongan harga khusus bagi pejabat atau pegawai negeri untuk pembelian barang atau jasa dari rekan

e. Pemberian biaya atau ongkos naik haji dari rekan pejabat atau pegawai negeri

f. Pemberian hadiah ulang tahun atau pada acara-acara pribadi lainnya dari rekan g. Pemberian hadiah atau souvenir kepada pejabat atau pegawai negeri saat kunjungan kerja

h. Pemberian hadiah atau parcel kepada pejabat atau pegawai negeri pada saat hari raya keagamaan oleh rekan atau bawahannya.

Berdasarkan sifatnya, korupsi dibagi menjadi dua, yaitu:

a.       Korupsi aktif

Korupsi aktif adalah tindakan dimana seseorang melakukan suap-menyuap pejabat dengan hadiah atau janji untuk memindahkan seorang pejabat untuk bertindak bertentangan dengan tugas resminya dan menyuap agen.

b.      Korupsi pasif

Korupsi pasif adalah tindakan dimana pejabat menerima suap dari seseorang dengan tujuan untuk mendorong pejabat tersebut melakukan tindakan bertentangan dengan tugas resminya dan agen dalam pekerjaan yang bukan Pegawai Negeri Sipil (PNS).

Independensi dan Kedudukan KPK dalam Peradilan Pidana

            Ketentuan Pasal 3 Undang Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menegaskan bahwa "Komisi Pemberantasan Korupsi adalah lembaga negara yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun". Berdasar pengertian tersebut, dapat diketahui bahwa Komisi Pemberan tasan Korupsi ini bersifat independen. Komisi Pemberantasan Korupsi dapat dikatakan sebagai suatu sistem karena di dalam Komisi Pemberantasan Korupsi terdiri dari fungsi-fungsi yang dimiliki oleh sub sistem peradilan pidana seperti fungsi penyelidikan dan penyidikan, fungsi penuntutan, dan fungsi mengadili. Fungsi mengadili ada pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Pengadilan Tipikor) yang keberadaannya didasarkan pada Pasal 53 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi.

            Dengan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 ini, nama Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi selanjutnya disebut Pemberantasan Korupsi Komisi (KPK) memiliki payung hukum yang kuat. Status hukum komisi ini secara tegas ditentukan sebagai lembaga negara yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun. Pembentukan komisi ini bertujuan untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna upaya pemberantasan tindak pidana korupsi yang sudah berjalan sejak sebelumnya. Dalam menjalankan tugas dan wewenang itu, komisi bekerja berdasarka asas-asas (a) kepastian hukum,

(b) keterbukaan,

(c) akuntabilitas,

(d) kepentingan umum,

(e) proposionalitas.

Penegakan Hukum Tindak Pidana Korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi

            Berbagai instrument hukum yang luar biasa diantaranya telah di keluarkan, adanya amanat dari Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Pasal 43 ayat (1) yang memberikan amanat agar dalam waktu 2 (dua) tahun sejak undang-undang ini mulai berlaku, dibentuk Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Struktur Hukum dalam sistem hukum pemberantasan korupsi berupa Komisi Pemberantasan Korupsi merupakan salah satu instrument hukum yang luar biasa dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi.

            Menyikapi amanat Pasal 27 Undang-Undang 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi pemerintahan Gus Dur telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2000 tentang Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Peraturan Pemerintah tersebut memberikan kewenangan yang luas kepada penyidik sebagaimana diatur dalam Pasal 11 ayat (5) yang menentukan penyidik berwenang pula untuk meminta keterangan mengenai keuangan tersangka pada bank, meminta bank memblokir rekening tersangka, membuka/memeriksa/menyita surat dan kiriman melalui pos, telekomunikasi, atau alat lain yang berhubungan dengan tindak pidana korupsi, melakukan penyadapan, mengusulkan pencekalan, dan merekomendasikan kepada atasan tersangka untuk pemberhentian sementara tersangka dari jabatannya.

            Dalam Pasal 1 ayat (2) KUHP mengatur dalam hal terjadi perubahan dalam perundang-undangan sesudah tindak pidana terjadi, di pakai undang undang yang menguntungkan/meringankan paling terdakwa. Berdasarkan ketentuan ini maka tidak ada alasan untuk tidak mengadili pelaku korupsi yang tindak dilakukan pidana ketika Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 masih berlaku. Oleh karena itu upaya mempermasalahkan tidak aturan peralihan adanya dalam Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 menunjukkan adanya tarik ulur antara pihak yang dengan tegas berniat memberantas tindak pidana korupsi dengan pihak yang menghendaki status quo di era transisi ini.

            Bersamaan itu pula berdasarkan Pasal 53 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi dibentuklah Pengadilan Tindak Pidana Korupsi yang berada dilingkungan Peradilan Umum dan untuk sementara Pengadilan Tindak Pidana Korupsi dibentuk pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang wilayah hukumnya meliputi wilayah Negara Republik Indonesia. KPK dan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi telah membuat suatu gebrakan dalam penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi dan berhasil membuat para pelaku tindak pidana korupsi jera karena tidak ada kasus korupsi yang di adili oleh pengadilan tindak pidana korupsi lepas dari jerat hukum. Keberadaan dua lembaga tersebut pun sempat membuat para pejabat negara merasa takut apabila berhadapan dengan KPK.

File Lampiran : File tidak terseida, silahkan hubungi kami disini
Jika anda memiliki saran, kritik maupun pertanyaan Hubungi Kami