Putusan Pengadilan

PERAN MASYARAKAT DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Tipe Dokumen : Artikel
Sumber :
Bidang Hukum : Umum
Tempat Terbit : Tanah Laut, 2024

Oleh : Gusti Lulu Muthya Nadira, S.H

          Terdapat beberapa hal yang harus menjadi perhatian dalam pembentukan peraturan perundang-undangan, baik pada tingkat pusat maupun pada tingkat daerah, sehubungan dengan kebijakan publik dan sentuhannya kepada kepentingan masyarakat. Peraturan perundang-undangan yang dibuat pada tingkat pusat, akan menyentuh kepentingan rakyat di seluruh Indonesia, dan peraturan perundang-undangan pada tingkat daerah akan mengena pada kepentingan masyarakat daerah. Namun demikian persoalan kecermatan, daya serap, aspiratif atau tidaknya peraturan perundang-undangan tersebut, baik pusat maupun daerah adalah sama pentingnya bagi terpenuhinya syarat peraturan perundang-undangan yang ideal.

          Menurut Solly Lubis (2019, 44-45), peraturan itu dinilai perfect (sempurna) jika dipenuhinya syarat-syarat berikut ini:

1.   Peraturan itu memberikan keadilan bagi yang berkepentingan, misalnya apakah kalangan buruh, petani, nelayan, pedagang kaki lima, kaum perempuan, para guru dan dosen merasa bahwa dengan kehadiran peraturan hukum itu maka kepentingannya akan benar-benar terlindungi.

2.   Peraturan hukum itu memberikan kepastian, dalam arti kepastian hukum, bahwa dengan berlakunya peraturan itu akan jelas batas-batas hak (recht, right) dan kewajiban (plicht, duty) semua pihak yang terkait dalam suatu hubungan hukum, misalnya dalam hukum perburuhan, hubungan perkawinan, borong kerja, dan sebagainya.

3.   Peraturan itu memberikan manfaat yang jelas bagi yang berkepentingan dengan kehadiran peraturan itu. Umumnya jika dua terdahulu sudah dipenuhi, maka syarat yang ketiga ini akan dipenuhi juga.

Pasal 28 D Undang-Undang Dasar Tahun 1945 telah mengatur bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil. Hal ini membawa akibat bahwa segala peraturan perundang-undangan yang dibentuk di Indonesia memberikan hak kepada setiap orang untuk memberikan aspirasinya dan memberikan kewajiban kepada negara bahwa proses pembentukan peraturan perundang-undangan dilaksanakan dengan transparan.

Masyarakat berhak untuk memberikan masukan baik dalam bentuk tulisan dan/atau lisan pada pembentukan peraturan perundang-undangan. Masyarakat yang dimaksud adalah orang perseorangan atau kelompok orang yang mempunyai kepentingan atas substansi rancangan peraturan perundang-undangan. Termasuk dalam kelompok orang antara lain kelompok/organisasi masyarakat, kelompok profesi, lembaga swadaya masyarakat, dan masyarakat adat. Hal ini telah termuat dalam Pasal 96 beserta penjelasannya dari Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

Peraturan perundang-undangan tidak dibuat dalam kondisi ataupun situasi yang netral, tetapi berada dalam dinamika kehidupan masyarakat luas dengan segala kompleksitasnya. Maksudnya, masyarakat yang akan dituju oleh peraturan perundang-undangan menghadapi berbagai keterbatasan dalam menerima kehadiran suatu peraturan perundang-undangan. Suatu peraturan perundang-undangan yang dibuat secara sepihak oleh legislator, akan sangat mungkin kehadirannya ditolak karena tidak sesuai dengan rasa keadilan di masyarakat. Disinilah arti pentingnya peran serta masyarakat dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan. Demokrasi yang partisipatif diharapkan lebih menjamin bagi terwujudnya produk hukum yang responsif, karena masyarakat ikut membuat dan memiliki lahirnya suatu peraturan perundang-undangan.

Oleh karena itu, dalam proses pembentukan hukum, seharusnya dapat mengakomodir aspirasi masyarakat yang ada. Bukan sebaliknya, malah merugikan masyarakat terdampak dari penerapan suatu peraturan perundang-undangan. Hal demikian terjadi diakibatkan karena adanya banyak sekali faktor yang memperngaruhi di dalam masyarakat, sebagai contoh, kekuatan atau kekuasaan yang saling tarik menarik. Oleh karenanya bagaimana situasi yang seperti itu dijelaskan sebagai kondisi yang teratur. Pandangan yang menganggap situasi yang tersebut sebagai situasi yang teratur hanya akan mereduksi realitas yang sesungguhnya dari masyarakat.

Partisipasi masyarakat dalam pembentukan peraturan perundang-undangan bukan merupakan suatu aktivitas yang menghilangkan kekuasaan ataupun mengurangi wewenang dari pembentuk peraturan perundang-undangan. Partisipasi masyarakat dalam pembentukan peraturan perundang-undangan haruslah dipandang sebagai suatu bagian dari proses demokratisasi pembentukan peraturan perundang-undangan dan merupakan bentuk dari langkah memperkuat legitimasi ataupun membuat peraturan perundang-undangan memiliki akar sosial yang kuat sehingga masyarakat merasa memiliki suatu peraturan perundang-undangan.

Partisipasi masyarakat dalam pembentukan peraturan perundang-undangan secara ideal dilakukan dalam setiap tahap dalam pembentukan peraturan perundang-undangan. Namun secara maksimal dapat dilakukan pada tahap perencanaan, penyusunan dan pembahasan. Tahap pengesahan dan pengundangan secara maksimal kurang dapat dilakukan partisipasi masyarakat dikarenakan pada tahap tersebut sudah tidak membahas substansi dan hanya bersifat formal agar peraturan perundangundangan secara formal dapat dikatakan sah mengikat secara umum. Partisipasi masyarakat dalam pembentukan peraturan perundang-undangan sebagai hak dari masyarakat untuk mempengaruhi substansi peraturan perundang-undangan dilakukan dengan komunikasi dua arah antara pembentuk peraturan perundang-undangan dengan stakeholder (pemegang kepentingan).

Hak masyarakat dalam pembentukan peraturan perundang-undangan yaitu berupa partisipasi dengan memberikan aspirasi baik dalam bentuk tertulis dan/ atau lisan dilindungi oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 khususnya Pasal 28 yang menjelaskan bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan perlindungan, dan kepastian hukum yang adil. Untuk menghasilkan suatu peraturan perundang-undangan yang memberikan kepastian sekaligus keadilan bagi warga masyarakat maka proses pembentukannya dilakukan dengan jujur dan transparan serta memberika akses kepada publik untuk memberikan masukannya atas suatu proses pembentukan peraturan perundangundangan.

Partisipasi masyarakat dalam pembentukan peraturan perundang-undangan bukanlah suatu upaya menuju bentuk demokrasi langsung. Namun harus dipahami sebagai suatu usaha memperkuat legitimasi suatu produk peraturan perundangundangan didalam kondisi masyarakat yang majemuk yang tidak hanya sebatas suku, ras dan agama, tetapi juga majemuk dalam hal ekonomi dan pandangan politik. Sehingga sangat penting membangun suatu sistem yang memperkuat akar sosial suatu peraturan perundang-undang. Selain itu, juga diusahakan sebagai suatu bentuk pengurangan efek negatif dalam penerapan demokrasi perwakilan yaitu oligarki pada kekuasaan partai politik dan lembaga perwakilan.

Pelaksanaan partisipasi masyarakat dalam pembentukan peraturan perundang-undangan harus didukung dengan pelaksanaan keterbukaan dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan dan perlindungan dari negara atas kemerdekaan berpendapat serta menyuarakan gagasannya dan berserikat, berkumpul. Hal ini dikarenakan keterbukaan dalam proses pembentukan peraturan perundangan-undangan memberikan akses informasi kepada masyarakat guna memantik atau memberikan edukasi kepada masyarakat dalam pembentukan peraturan perundang-undangan. Perlindungan dan kebebasan berpendapat, menyuarakan aspirasi, berserikat dan berkumpul digunakan sebagai sarana masyarakat sipil untuk memberikan masukan dalam proses pembentukan peraturan perundangundangan.

File Lampiran : File tidak terseida, silahkan hubungi kami disini
Jika anda memiliki saran, kritik maupun pertanyaan Hubungi Kami