POLEMIK DASAR HUKUM PENGGUNAAN DANA COVID-19
Tipe Dokumen | : | Artikel |
Sumber | : | |
Bidang Hukum | : | Umum |
Tempat Terbit | : | Pelaihari, 2020 |
POLEMIK
DASAR HUKUM PENGGUNAAN DANA COVID-19 Oleh : Muhammad Iqbal, SH Penyebaran
Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) yang
dinyatakan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (World
Health Organization) membawa risiko bagi kesehatan masyarakat dan bahkan
telah merenggut korban jiwa bagi yang terinfeksi di berbagai belahan penjuru
dunia, termasuk Indonesia. Status
wabah Corona Virus Disease 2019
(COVID-19) di Indonesia sendiri telah ditetapkan melalui Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan
Kesehatan Masyarakat Corona Virus Disease 2019 (COVID-19)
dan Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Nonalam
Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) sebagai Bencana Nasional.
Salah
satu dampak implikasi dari pandemi tersebut adalah berupa memburuknya pengelolaan
keuangan yang ditunjukkan dengan penurunan berbagai aktivitas ekonomi domestik
sehingga perlu dimitigasi bersama oleh Pemerintah dan Komite Stabilitas Sistem
Keuangan (KSSK) untuk melakukan tindakan antisipasi (forward looking) dalam rangka menjaga stabilitas sektor keuangan. Terganggunya
aktivitas ekonomi tersebut akan berimplikasi pula kepada perubahan dalam postur
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2020 baik dari
sisi Pendapatan Negara, Belanja Negara, maupun sisi Pembiayaan. Dengan
adanya hal tersebut, maka Pemerintah dan lembaga terkait mengambil kebijakan
dan langkah-langkah luar biasa dalam rangka penyelamatan perekonomian nasional
dan stabilitas sistem keuangan melalui berbagai kebijakan relaksasi yang
berkaitan dengan pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
khususnya dengan melakukan peningkatan belanja untuk kesehatan, pengeluaran
untuk jaring pengaman sosial (social
safety net) dan pemulihan perekonomian, serta memperkuat kewenangan
berbagai lembaga dalam sektor keuangan. Dimana, diperlukan pula perangkat hukum
yang memadai untuk memberikan landasan yang kuat bagi Pemerintah dan
lembaga-lembaga terkait untuk pengambilan kebijakan dan langkah-langkah
dimaksud. Bahwa
Pandemi Corona Virus Disease 2019
(COVID-19) termasuk dalam kondisi kegentingan yang memaksa sebagaimana dimaksud
dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 138/PUU-VII/2009 bahwa wabah pandemi
tersbut telah memenuhi parameter yang memberikan kewenangan kepada Presiden
untuk menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang sebagaimana
diatur dalam Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945. Maka
dari itu, guna memberikan landasan hukum yang kuat bagi Pemerintah dan lembaga
terkait untuk mengambil kebijakan dan langkah-langkah tersebut dalam waktu yang
sangat segera, ditetapkanlah Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor
1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan
untuk Penanganan Pandemi Corona Virus
Disease 2019 (COVID-19) dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang
Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan. Sejumlah
hal diatur dalam Perppu 1/2020 antara lain, pelaksanaan kebijakan di bidang
keuangan daerah, perpajakan, program pemulihan ekonomi nasional, kebijakan
keuangan negara, dan lainnya. Di mana terdapat hal menarik yang diatur dalam
Perppu tersebut, khususnya pada Pasal 27 ayat (1) yang pada pokoknya mengatur
bahwa biaya yang dikeluarkan dalam rangka pelaksanaan kebijakan tersebut,
merupakan bagian dari biaya ekonomi untuk penyelamatan perekonomian dari krisis
dan bukan merupakan kerugian keuangan negara. Selain
itu, pada Pasal 27 ayat (2) tersebut juga mengatur perlindungan bagi anggota, Sekretaris, dan anggota
Sekretariat Komite Stabilitas
Sistem Keuangan (KSSK),
Pejabat atau Pegawai Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, OJK serta Lembaga
Penjamin Simpanan yang menjalankan tugasnya dengan itikad baik dan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, agar tidak dapat dituntut baik
pidana, maupun perdata. Selain
itu terdapat pula peraturan perundang-undangan lainnya yang sejalan dengan
ketentuan tersebut, seperti Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2020 tentang Refocussing Anggaran serta Pengadaan
Barang dan Jasa Dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19, Peraturan Menteri Keuangan Nomor
210/PMK.02/2019 tentang Tata Cara Revisi Anggaran Tahun Anggaran 2020,
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2020 tentang Percepatan
Penanganan Corona Virus Disease
2019 di Lingkungan Pemerintah Daerah, serta peraturan perundang-undangan
terkait lainnya. Namun
polemik penggunaan dana Corona
Virus Disease 2019 (COVID-19) dinilai berpotensi dapat
disalahgunakan. Penyalahgunaan alokasi dana untuk
penanggulangan COVID-19 tersebut dapat dikategorikan
sebagai tindak pidana korupsi yang dilakukan dalam keadaan tertentu. Pejabat
pemerintahan yang diberi amanat mengelola alokasi dana untuk
penanggulangan COVID-19 dan menyalahgunakan kewenangannya,
dapat diancam sanksi pidana. Dimana pelakunya dapat diancam dengan pidana mati.
Hal ini berlaku bagi Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah. Sebagaimana
telah diatur dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi (“UU Tipikor”) jo. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 25/PUU-XIV/2016
yang
menyebutkan bahwa : “Setiap orang yang
secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang
lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau
perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana
penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan
denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).” Dalam Pasal 2 ayat (2) UU Tipikor ditegaskan
kembali bahwa dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan. Yang dimaksud dengan "keadaan
tertentu" dalam ketentuan ini adalah keadaan yang dapat dijadikan alasan pemberatan pidana bagi pelaku
tindak pidana korupsi, yaitu
apabila tindak pidana tersebut dilakukan terhadap dana-dana yang diperuntukkan
bagi penanggulangan keadaan bahaya, bencana alam nasional, penanggulangan
akibat kerusuhan sosial yang meluas, penanggulangan krisis ekonomi dan moneter dan
pengulangan tindak pidana korupsi. Oleh
karena itu tindak pidana korupsi saat bencana, seperti wabah COVID-19 yang
terjadi saat ini, dapat diancam pidana mati. Namun, penegakan ketentuan UU Tipikor tersebut terganjal oleh
Pasal 27 Perppu 1/2020. Pasal 27 ayat
(1) berbunyi sebagai berikut : (1)
Biaya yang telah dikeluarkan Pemerintah
dan/atau lembaga anggota KSSK dalam rangka pelaksanaan kebijakan pendapatan
negara termasuk kebijakan di bidang perpajakan, kebijakan belanja negara
termasuk kebijakan di bidang keuangan daerah, kebijakan pembiayaan, kebijakan
stabilitas sistem keuangan, dan program pemulihan ekonomi nasional, merupakan
bagian dari biaya ekonomi untuk penyelamatan perekonomian dari krisis dan bukan
merupakan kerugian Negara. Dimana
ketentuan Pasal 27 ayat (1) tersebut dirasa kontraproduktif dengan UU Tipikor,
karena seolah aparat penegak hukum tidak dapat melakukan tindakan projustisia
berupa penyelidikan dan penyidikan. Selain Pasal 27 ayat (1) Perppu 1/2020, Pasal 27 ayat (2) dan ayat (3) Perpu 1/2020 selengkapnya berbunyi
: (2)
Anggota KSSK, Sekretaris KSSK, anggota
sekretariat KSSK, dan pejabat atau pegawai Kementerian Keuangan, Bank
Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, serta Lembaga Penjamin Simpanan, dan pejabat
lainnya, yang berkaitan dengan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang ini, tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana
jika dalam melaksanakan tugas didasarkan pada iktikad baik dan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. (3)
Segala tindakan termasuk keputusan yang
diambil berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang ini bukan
merupakan objek gugatan yang dapat diajukan kepada peradilan tata usaha negara. Melihat
dari keseluruhan Pasal 27 Perppu 1/2020 dipandang menghilangkan pertanggungjawaban
hukum terhadap pejabat terkait ketika memanfaatkan alokasi anggaran, karena pemanfaatan
anggaran tidak dikategorikan sebagai kerugian keuangan Negara, pejabat terkait
dalam melaksanakan fungsinya tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara
perdata, dan segala tindakan atau keputusan dalam pelaksanaan Perppu 1/2020
bukan merupakan objek sengketa Tata Usaha Negara.
|
||
File Lampiran | : | File tidak terseida, silahkan hubungi kami disini |