TREN PERNIKAHAN ANAK MENINGKAT DITENGAH PANDEMI COVID 19
Tipe Dokumen | : | Artikel |
Sumber | : | |
Bidang Hukum | : | Umum |
Tempat Terbit | : | Pelaihari, 2020 |
TREN PERNIKAHAN
ANAK MENINGKAT DITENGAH PANDEMI COVID 19 Pernikahan
di bawah umur atau pernikahan usia anak merupakan salah satu dari sekian banyak
persoalan yang dihadapi oleh anak-anak Indonesia yang sampai saat ini belum
dapat terselesaikan dengan baik. Dan hal tersebut Kembali ramai terjadi
ditengah pandemi covid 19 yang melanda seluruh dunia termasuk Indonesia. Sejak
pertama kali diumumkannya Kasus positif Covid
19 di Indonesia pada 2 Maret 2020 hingga sekarang telah terkonfirmasi
lebih dari 130.000 kasus positif. Akibat dari pandemic covid 19 sekolah
terpaksa harus diliburkan sementara dan dilanjutkan dengan proses belajar
mengajar secara daring atau online tanpa harus tatap muka atau pergi kesekolah
untuk menghindari risiko penularan virus covid 19 terhadap anak-anak. Dunia Pendidikan di Indonesia dipaksa untuk
menyesuaikan diri dengan keadaan saat ini yang mengharuskan menggunakan metode
pembelajaran daring yang bisa dikatakan masih belum siap tetapi mau tidak mau
harus dilakukan agar hak anak untuk mendapatkan Pendidikan tetap terjamin oleh
negara. Untuk dapat mengikuti pembelajaran secara daring, anak-anak harus
memiliki smartphone atau gaway agar bisa mengikuti pembelajaran. Ironisnya
tidak sedikit dari mereka yang berasal dari kalangan ekonomi menengah kebawah
yang tidak memiliki gaway sehingga kesulitan dalam mengikuti pembelajaran. Ada
juga yang tidak sanggup untuk membeli paket internet untuk belajar. Kebijakan belajar di rumah telah dikeluhkan secara
luas karena tidak meratanya fasilitas - termasuk akses internet. Disisi lain akibat dari Pandemi Covid 19 menyebabkan
perekonomian Indonesia terhambat dan bahkan minus, yang mengakibatkan banyak
perusahaan ataupun tempat kerja yang terdampak terpaksa harus merumahkan pegawainya
bahkan tidak sedikit pula yang harus ikhlas karena terkena PHK. Dari sinilah mulai muncul permasalahan akibat dari
dampak ekonomi rumah tangga yang terjadi karena Covid 19 yang akhirnya juga
berdampak pada pemenuhan hak-hak anak, anak-anak dari keluarga terdampak mulai
berpikir untuk membantu orang tuanya untuk mencari nafkah. Sekarang bermunculan berita-berita mengenai maraknya
pernikahan dini, meningkatnya pernikahan usia anak, perkawinan anak dibawah
umur menikah disaat covid 19 dan beragam judul berita lain yang bisa ditemui dimedia
online atau media lainnya. Hal tersebut nampak ramai terjadi dibeberapa daerah di Indonesia. Faktor
utama yang ditengarai menjadi penyebab maraknya pernikahan usia anak dimasa
pandemi ini adalah faktor ekonomi keluarga, dimasa normal pun faktor ekonomi
keluarga merupakan faktor utama penyebab pernikahan usai anak apalagi dimasa
sulit seperti sekarang ini. Selain itu kejenuhan anak-anak dalam proses belajar
mengajar secara daring atau belajar dari rumah juga bisa menjadi salah satu
penyebabnya. Padahal
baru saja tahun kemarin kita bersyukur dengan disahkannya Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang
tersebut menyebutkan bahwa perkawinan hanya diizinkan apabila pria dan wanita
sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun. Semangat untuk melakukan upaya
pencegahan pernikahan usia anak telah sangat jelas tertuang dalam pasal
tersebut namun pemberian dispensasi masih dapat diberikan berdasarkan ketentuan
pada ayat (2) yang menyebutkan bahwa dalam hal terjadi penyimpangan terhadap
ketentuan umur sebagaimana dimaksud pada ayat (1), orang tua pihak pria
dan/atau orang tua pihak wanita dapat meminta dispensasi kepada Pengadilan
dengan alasan sangat mendesak disertai bukti-bukti pendukung yang cukup. Pemerintah
beserta para organisasi pemerhati anak baik di Pusat maupun di Daerah bersama
dengan relawan dan masnyarakat tidak henti-hentinya selalu mengkampanyekan
“stop pernikahan usia anak” diberbagai daerah di Indonesia. Provinsi Kalimantan Selatan sendiri telah membuat
regulasi yang mengatur terkait pencegahan pernikahan usia anak, hal tersebut
diatur dalam Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Nomor 11 Tahun 2018
tentang Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak. Pemerintah
Daerah Kabupaten Tanah Laut juga telah mengeluarkan Peraturan Daerah Kabupaten
Tanah Laut Nomor 3 Tahun 2002 tentang Penyelenggaraan Perlindungan Anak yang
ditetapkan pada tanggal 2 Juni 2020 dan mencabut Peraturan
Daerah Kabupaten Tanah Laut Nomor 13 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan
Perlindungan Anak sebelumnya. Pemerintah Daerah dalam Peraturan Daerah yang
baru, berusaha untuk memenuhi serta melindungi Hak-hak anak yang ada di
Kabupaten Tanah Laut, selain itu juga dalam upaya melakukan perlindungan
terhadap anak dari segala bentuk kekerasan terhadap anak dan juga melakukan
upaya dalam rangka mencegah terjadinya pernikahan usia anak. Pencegahan
perkawinan pada usia anak dilakukan oleh Pemerintah Daerah, Orang Tua, Anak,
masyarakat dan semua pemangku kepentingan dalam rangka melarang dan mencegah
terjadinya perkawinan pada usia Anak dan menurunkan angka perkawinan pada usia
Anak. Hal tersebut bertujuan untuk mewujudkan perlindungan Anak dan menjamin
terpenuhinya hak Anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi
secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, mencegah
terjadinya tindakan kekerasan dalam rumah tangga, meningkatkan kualitas kesehatan
ibu dan Anak, mencegah putus sekolah dan menurunkan angka kematian Ibu dan Anak. Namun
disaat pandemi seperti ini, perlu perhatian lebih dari pemerintah dalam upaya
pencegahan perkawinan pada anak, karena pengaruh faktor ekonomi. Oleh karena
itu pemerintah telah memberikan stimulus ekonomi kepada masyarakat diantaranya
subsidi listrik, Bantuan Sosial (Bansos) tunai, Bantuan Langsung Tunai (BLT)
Dana Desa, program Kartu Prakerja, bantuan produktif usaha mikro dan yang baru
baru ini diluncurkan berupa Bantuan Subsidi Upah (BSU) bagi pekerja atau
karyawan dengan upahnya kurang dari Rp 5.000.000,- (lima juta rupiah) perbulan
kecuali PNS dan Pegawai BUMN.
Namun
dari semua hal yang telah dilakukan oleh Pemerintah tersebut, tetap saja yang
memegang peranan paling penting dalam perlindungan terhadap anak adalah orang
tua dan keluarga terutama menghindarikan anak dari pernikahan diusia dini,
karena gerbang utama terjadinya pernikahan anak juga ada di orang tua dan
keluarga. Sehingga orang tua dan keluarga diharapkan agar tidak mudah mudah
goyah dan pasrah apabila kondisi ekonomi keluarga sedang memburuk sehingga dengan
terpaksa memberikan izin atau menikahkan anaknya dengan alasan tersebut.
Sebelum memutuskan hal tersebut ada baiknya berusaha untuk mencegah terlebih
dahulu dengan berusaha menacari solusi dari permasalahan ekonomi yang dihadapi,
meminta bantuan dari keluarga atau kerabat dan wajib berkonsultasi dengan
instansi pemerintah atau Lembaga terkait perlindungan anak agar pilihan yang
diambil tidak menjadi penyesalan bagi keluarga maupun anak itu sendiri dimasa
depan. |
||
File Lampiran | : | File tidak terseida, silahkan hubungi kami disini |